Viral, Cara Kerja Baru PR
Viral, Cara Kerja Baru PR
(Sumber : Majalah PR Indonesia Edisi 26)
Praktisi PR harus meninggalkan paradigma lama dan berubah menyelaraskan dengan paradigma baru PR di era digital.
Praktisi public relations (PR) Nita Kartikasari mengatakan, perkembangan PR di Indonesia dan Asia Tenggara tidak sepesat perkembangan teknologi dan perubahan perilaku konsumen. Ia melihat, masih banyak lulusan sekolah PR, praktisi PR, dan profesi diluar PR yang menganggap profesi ini hanyalah terkait konferensi pers dan membuat siaran pers. Padahal keduanya hanyalah cara PR bukan strategi PR secara keseluruhan. “Esensinya seorang PR membuat konferensi pers untuk menginformasikan pesan-pesan yang diinginkan kepada wartawan yang kemudian wartawan akan menulisnya sesuai bahasa mereka masing-masing ke masyarakat,” kata Nita pada pre-launch buku karyanya VIRAL: Gebrakan Kekinian PR di Era Digital, yang digelar di Zenbu Gandaria City, Jakarta, Kamis (27/4/2017).
Lebih lanjut perempuan yang pernah menjadi Manajer PR di perusahaan multinasional P&G ini menegaskan, PR sejatinya adalah bagaimana meng-influence orang ketiga untuk mau membicarakan pesan yang diinginkan dengan gaya mereka masing-masing. “Berarti tugas utama PR adalah bagaimana membuat strategi sehingga sebuah pesan bisa menjadi viral,” tegasnya.
Karena itu, Nita mendorong agar PR meninggalkan paradigma lama dan berubah menyelaraskan dengan paradigma baru PR di era digital. Dengan begitu PR akan menempati posisi terhormat dan diperhitungkan, setara dengan fungsi lainnya seperti marketing dan sales.
Melalui buku ini, Nita memperkenalkan paradigma dan cara-cara PR baru yang ia geluti selama 10 tahun di perusahaan multinasional di Indonesia, Singapura, dan Thailand.
Secara garis besar buku ini dibagi dalam tiga bagian. Pertama, New Paradigm of PR, mengupas dasar pemikiran tentang pentingnya mengubah perspektif, pendekatan, dan strategi PR di era yang serba berubah. Pada bagian kedua, New PR in Digital Era menjelaskan pentingnya respect kepada audience, pendekatan storytelling dalam PR, dan bagaimana membangun dan memilih influencer. Di bagian ketiga, Viral membahas social orchestra atau strategi membangun percakapan yang viral di media social, Key Performance Indicator (KPI) baru untuk PR, dan contoh-contoh kasus cara menggunakan PR untuk membangkitkan merek yang citranya merosot, serta meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap layanan publik berkaca dari pengalamannya magang di Pemprov DKI Jakarta.
“Personal Branding” Praktisi PR
(Sumber : Majalah PR Indonesia Edisi 26)
Bagaimana strategi membangun personal branding bagi praktisi PR?
Banyak cara untuk membangun personal brand pada umumnya. Beberapa hal berikut bisa menjadi bahan sebagai bekal untuk mem-branding dirinya sendiri.
Anda ingin dikenal sebagai praktisi PR yang bagaimana? Yang glamour, arogan, menonjolkan penampilan, menjual pesona diri, dianggap suka bergaul, cerewet, suka tampil, atau yang berkelas di tingkat seusianya?
Apa yang unik tentang diri sendiri. Tunjukkan dalam sikap dan perilaku melalu kata-kata dan sikap, perbuatan, serta tindakan termasuk bahasa tubuh. Jadilah diri sendiri, jangan meniru orang lain. Tunjukkan nilai-nilai PR yang dianut, apa yang diketahui tentang
PR, lalu bagikan kepada orang sekitar Anda.
Personal brand ditentukan dari kualitas dan kepekaan diri atas kesadaran diri sendiri, sikap dan perilaku praktisi PR, bukan dari orang lain. Personal Branding adalah cerminan diri sendiri, termasuk cara kita bergaul sebagai praktisi PR, baik di lingkungan komunitas PR maupun lingkungan lain di mana kita bergaul.